Catatan Akhir 2019; Apa Kata Orang Tentang Joko Yugiyanto

Tulisan ini sudah pasti menjadi catatan akhir 2019. Sedikit ingin merapikan apa kata teman tentang saya. Survey kecil-kecilan ini saya dapat via facebook sebagai pengingat

Joko Yugiyanto

Tulisan ini sudah pasti menjadi catatan akhir 2019. Sedikit ingin merapikan apa kata teman tentang saya. Survey kecil-kecilan ini saya dapat via facebook sebagai pengingat apa yang terjadi di masa lalu.

Pertanyaan yang saya gunakan lebih pada social experiment yang disebut “Bertemu dengan teman-teman”. Cara ini juga saya dapat dari salah satu rekan pengguna facebook dimana banyak temannya cukup antusias menulis kesan yang di dapat.

Responden cukup menulis satu kata yang mewakili saya, sangat sederhana sekali tapi pada prakteknya ada di antara rekan yang menulis hingga 2 kalimat. Tak apalah itu sebagai bentuk perhatian berlebih nya mereka.

Dari sekian banyak teman di facebook mayoritas yang sumbang kesan adalah teman satu kampus di  Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Mereka lebih banyak menulis tentang dan dalam kaitan berorganisasi.

Wajar memang bila selama kuliah waktu habis bukan untuk di kelas tapi di kompleks Unit Kegiatan Mahasiswa. Nongkrong, diskusi, makan-makan, tidur bareng hingga nonton bok*p berjamaah biasa dilakukan baik itu pagi, siang, sore hingga malam.

Seolah kami ini tak punya rumah dan menjadikan kampus atau tepatnya belakang kampus menjadi rumah kita. Tak menyesal dengan semua itu karena ada banyak hal bisa dilakukan.

Berbagai kegilaan yang mungkin tak pernah di dapat mereka yang kuliah baik-baik. Terbiasa dengan ritus Kos, Kampus dan Kantin serta pacaran mungkin.

Sementara kami lebih memilih budaya diskusi menjadi makanan sehari-hari. Tak ayal kadang dosen  pun menjadi ajang pembuktian untuk satu bahan diskusi yang mana mayoritas memilih diam.

Badan Pers dan Penerbitan (BPP) Cakrawala dan Teater Senthir menjadi organisasi yang bisa di bilang aku banget. Bagaimana tidak, dimana ada kegiatan disitu ada saya yang kemudian bercokol dari kali pertama masuk kampus hingga lulus.

Dua organisasi yang kemudian paling berperan dalam membentuk mindset dan ideologi. Ideologi yang saya maksud lebih pada keyakinan mana boleh mana tidak, mana saya mana bukan dan jangan di tarik dalam tataran berbangsa dan bernegara.

Organisasi ini pula yang mengajarkan kerja tidak harus di kantor. Kerja itu harus menyenangkan, kalau bisa hobi itu menghasilkan. Tidur pun bisa tetap produktif sehingga apa yang kita kerjakan bukan lagi sebuah pekerjaan tapi lebih tepatnya adalah hobi.

Selanjutnya di akhir masa kuliah saya juga bergabung dengan teman-teman di organisasi pecinta alam. Mereka yang kuat dengan tradisi diskusi terlebih dalam kaitan konservasi alam.

Sejatinya sebelum bergabung dengan mereka atau mungkin 9 tahun sebelumnya saya sudah ikut kelompok pecinta alam di Kampus Mrican Stembayo. Hanya saja sewaktu kuliah bukan menjadi pilihan utama karena kala itu ada hal lain yang harus di dapat.

Tak hanya 3 organsasi di kampus yang saya ikuti. Mungkin hampir semua organisasi yang ada pernah saya ikuti hanya saja secara kualitatif 3 itu yang memiliki andil besar dalam pola pikir hidup saya.

Selain ada nama-nama yang pernah kenal di  Cakrawala, Senthir dan Mahapala ada juga teman dekat yang sering main ke rumah saya. Bahkan orang tua saya pun telah menganggap sebagai anak laki-lakinya.

Tak jarang meski ia telah pulang kampung ke Sumatera saat bertandang ke Jogja untuk silahturahmi dengan simbok saya. Saya pikir hampir semua orang yang datang ke rumah dianggap sebagai anak oleh orang tua, mau coba silakan datang.

Bila ada yang mengatakan good friend yang membantu saat teman kesusahan itu berlebihan. Bukankah semua orang punya kewajiban untuk membantu bila seseorang mengalami kesusahan. Kalau kita bisa bantu kenapa tidak.

Ada juga yang cukup menarik dimana ada teman yang ingat saya dengan jaksa mem-vonis. Salah satu kesalahan fatal dalam dunia jurnalistik hingga saya yang hanya sekedar reporter pun bisa naik pitam ke redaktur. Tapi tak apalah itu menjadi bagian dari cerita masa lalu.

Pejalan kaki ulung, itu sebuah keniscayaan karena dari jaman dulu hingga sekarang masih suka jalan kaki. Bersama teman saya yang melabeli pejalan kaki ulung ini saya pernah keliling Kota Tuban dari jam 6 pagi hingga jam 12 siang.

Sebenarnya tak tepat juga kalau bersamanya karena setahu saya ia pulang naik angkutan entah itu becak atau apa. Saya lupa karena kejadian di 2010.

Blogger Jakarta menjadi kendaraan pertama saya untuk turun di Jakarta. Menjangkau banyak rekan dengan satu persamaan dimana kami hobi menuangkan tulisan dalam platform blogger atau pun wordpress.

Cukup gimana gitu bila ada yang mengidentikan saya dengan SEO karena terus terang saya buta dengan satu bidang ini. Beruntung meski buta masih banyak rekan-rekan sesama blogger untuk membimbing dan setidaknya tidak terlalu cupu.

Satu yang cukup menarik dimana ada salah seorang teman saya mampu mengasosiasi saya adalah Kanal Jogja. Dimana nama ini sengaja saya bangun untuk memberi tahu dunia saya ini orang Jogja dan di kota ini ada banyak hal bisa di coba. Bila tak percaya coba saja situs Kanal Jogja.

Paling mengelikan tentu saja bila ada seorang perempuan ingat akan celana cawet saya dan survival. Pernah merasakan di telanjangi malam hari dan kala itu tak tahu ada siapa saja dan ternyata ada kaum hawa di depan saya.

Semoga kamu nggak terbayang ya mb

Di paling buncit yang berkomentar tentang saya ada warung up normal. Tempat dimana sesaat setelah dapat hadiah lomba vlog Samsung dan kita makan-makan.

Nanti bila ada yang menambahkan tentang saya di catatan akhir 2019 maka artikl ini akan saya edit lagi. Mungkin kamu belum ayuk tulis kesan kami di link ini.

Joko Yugiyanto

Sehari-hari bekerja sebagai penulis lepas dan bila kamu ingin order sesuatu bisa kontak saya di 087838889019

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar