Empat tahun kuliah di psikologi dan sangat antusias membahas psikologi industri dan organisasi. Setelah itu psikologi sosial dan kali ini coba saya ingin menulis tentang bagaimana membentuk jiwa sosial anak dari kacamata saya pribadi.
Tak sepenuhnya tepat mungkin, tapi setidaknya kini saya telah menjadi orang tua dan menginginkan jiwa sosial anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Satu ilmu yang sebenarnya tidak harus dipelajari di kelas.
Dimana pun kita bisa belajar dan semua orang itu guru. Bisa jadi anak kita yang usianya jauh di bawah kita pun bisa menjadi guru terbaik dalam kehidupan bukan.
Jiwa sosial anak yang terasah baik bukan hanya bermanfaat untuk keluarga, agama atau lingkungan semata. Tapi lebih dari itu tentu sangat bermanfaat untuk anak itu sendiri.
Tanpa jiwa sosial siapapun bisa jadi tidak akan diterima lingkungan karena memiliki kecenderungan bertindak semau sendiri. Tak pernah ada kepekaan untuk melihat sesuatu dari kacamata orang lain, miskin empati tentunya.
Mereka yang memiliki jiwa sosial tinggi tentu akan mudah masuk dalam sebuah lingkungan baru sekalipun. Rasa rendah hati yang ada akan membuat siapa saja mudah untuk mengulurkan tangan.
5 Tips Membentuk Jiwa Sosial Anak
Kini ada banyak cara membantu dan membentuk jiwa sosial anak. Paling penting tentunya dengan melihat usia mereka dan tugas perkembangan apa yang harus diselesaikan. Jangan sampai mereka diberi beban lebih dari apa yang seyogyanya mereka harus tunaikan.
Berdasar pemahaman saya, jiwa sosial anak akan tumbuh kembang dengan baik bila mana:
1. Berada di lingkungan yang mendukung
Benar kata orang bila tumbuh kembang itu akan dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri seseorang dan faktor eksternal berasal dari luar dan yang tampak nyata tentu saja lingkungan.
Anak yang tumbuh kembang di dalam keluarga yang tidak suportif besar kemungkinan bila besar kelak akan jadi orang curang dan mau menang sendiri. Menghalalkan segara cara untuk meraih apa yang mereka inginkan.
Lain hal bila tumbuh kembang dalam keluarga atau lingkungan kondusif. Kalah menang dalam sebuah pertandingan itu hal lumrah. Meyakinkan untuk giat berlatih dan terus belajar untuk bisa menang tentu jauh lebih baik daripada mencari jalan pintas dengan kecurangan.
Faktor lingkungan ini paling utama tentu saja keluarga, sekolah dan teman sepermainan. Menjadi penting bagi orang tua untuk senantiasa mengobservasi lingkungan tempat mereka beraktivitas agar tidak terpengaruh hal negatif.
Ingat, orang tua adalah guru dan pendidik pertama dan hal ini tentu menuntut para orang tua sigap. Memberikan didikan dan ajaran yang baik sesuai dengan norma yang berlaku.
2. Mengutus anak untuk suatu keperluan
Bisa karena biasa itu saya yakini sebagai proses yang harus dilalui. Semisal meminta anak untuk membereskan mainan meski hasil pertama masih berantakan tapi bila terus dilatih akan rapi juga.
Jangan pernah takut memberi tugas kepada anak selama itu dalam batas kewajaran. Bila anak usia Taman Kanak-Kanak pun bisa diminta untuk belanja ke warung sebelah yang jaraknya belasan meter.
Kita akan melihat apa yang mereka bawa pulang sesuai tugas atau tidak. Meski berisiko uang akan berkurang karena anak akan jajan tapi itu tak apa selama dalam batas kewajaran.
Mulai senantiasa berorientasi pada proses bukan hasil akan membuat siapa saja rela berkorban apa saja demi membentuk jiwa sosial anak yang lebih baik.
3. Mengajak anak ke kegiatan orang dewasa
Bagi saya yang tinggal di kampung, kerja bakti itu hal biasa dan anak bila di ajak untuk mengikuti kegiatan ini maka ia akan belajar untuk berinteraksi dengan banyak orang. Bisa jadi yang ditemui adalah mereka yang usianya jauh lebih tua.
Dari sini kita akan melihat apa yang kemudian akan dilakukan. Apakah hanya akan asik bermain sendiri, bermain dengan teman sebaya atau mungkin membantu kerja bakti meski dengan hal-hal kecil.
Jangan pernah takut kotor karena kata iklan berani kotor itu baik. Toh dicuci juga akan bersih kembali bukan.
4. Menjenguk orang sakit
Bila anak sudah bisa diajak diskusi ada baiknya untuk diajak membesuk orang sakit. Bisa jadi ada tetangga atau rekan kerja yang sakit.
Dari situ kita akan bisa melihat reaksi dan apa yang kemudian akan dilakukan bila bertemu dengan mereka yang kurang beruntung. Tanpa diminta pun anak yang memiliki jiwa sosial akan langsung ikut dan selama bertemu orang sakit akan menghibur dan ikut mendoakan untuk kesembuhan.
5. Melatih anak berdagang
Yang kelima ini jujur belum saya praktekkan karena anak masih usia 3 tahun tapi saya memiliki obsesi bahwa anak harus cakap berbincang dan salah satunya bisa dilatih dengan berniaga. Dagang apa yang paling tepat hingga kini pun belum saya temukan.
Baca juga: Pentingnya Keteladanan yang Baik bagi Anak
Tapi jujur saya sangat mencintai dunia marketing meski ada ketakutan untuk terjun langsung. Saat ini yang saya lakukan lebih sebatas hanya sampingan.
Pun pada anak kelak, saya ingin ia juga mencintai pekerjaan ini karena bisa menjadi celah untuk bertemu banyak orang. Bukan sebagai pekerjaan tapi sebagai satu sarana untuk mengenal banyak orang.
Dan kalau boleh minta petunjuk apa yang kawan-kawan lakukan untuk melatih jiwa sosial anak agar kelak ia tidak apatis terhadap satu permasalahan.