Hutan Sumber Pangan, Kekayaan Hayati Tak Terbantahkan

Mendengar kata papeda seolah membawa ingatan pada masa lampau dimana sekitar 10 tahun yang lalu saya pernah ditugaskan di Ambon dan Papua. Dan mereka miliki

Joko Yugiyanto

Mendengar kata papeda seolah membawa ingatan pada masa lampau dimana sekitar 10 tahun yang lalu saya pernah ditugaskan di Ambon dan Papua. Dan mereka miliki kekayaan hayati tak terbantahkan berupa hutan sumber pangan.

Tahu dong kalau salah satu kuliner favorit mereka punya adalah olahan sagu menjadi bubur papeda. Bentuk dan cara menyajikan yang unik membuat saya selalu terkesan saat menikmatinya.

Terlebih bila dipadupadankan dengan ikan kuah kuning. Menikmati semangkuk papeda akan lebih lengkap bila di tambahkan sambal ikan teri atau sambal mangga.

Kuliner yang tak hanya menggugah selera tapi juga mampu menjaga stamina. Bagaimana tidak kandungan yang mereka miliki saling melengkapi dan terbukti di butuhkan tubuh.

Dalam papeda sendiri yang berasal dari tepung sagu lebih kaya akan kandungan karbohidrat. Dalam setiap 100 gram sagu kering terdapat 355 kalori. Dengan kata lain dalam 100 gram terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10 mg kalsium, 1,2 mg besi, dan sisanya lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat.

Oleh karena itu bubur sagu ini di dukung kandungan yang ada dalam ikan kuah kuning beserta sayur. Menjadi kombinasi yang istimewa tentunya, terlebih di masak dengan cara yang tepat.

Tanpa bahan pengawet dan tambahan kecuali aneka rempah yang mereka dapat dari hutan mereka. Pastikan menu ini di nikmati dalam kondisi panas karena bila tidak bisa jadi citarasa akan berubah.

Bila kamu penasaran bagaimana proses pembuatan papeda ini ada baiknya kamu tahu cara membuat tepung sagu. Kali pertama yang dilakukan petani untuk mendapatkan bahan ini adalah memanen pohon sagu.

Pohon dengan ketinggian antara 20 hingga 30 meter ini di panen secara berkelompok. Dari satu pohon yang cukup besar ini biasanya akan dihasilkan 150 hingga 300 kg pati.

Setelah di tebang pohon kemudian akan di belah menjadi dua. Bagian dalam pohon akan di cacah untuk mendapatkan sari pati dengan cara di haluskan dan di saring.

Agar mampu bertahan cukup lama tepung ini akan dikeringkan kemudian di bungkus dengan daun pisang. Bila ingin mengolah papeda maka kita cukup mengambil bahan secukupnya untuk kemudian di masak.

Papeda tak hanya dikenal masyarakat Indonesia Timur semata. Saat ini pun di ibu kota dengan mudah ditemukan olahan Papeda. Hanya saja soal rasa mungkin kalah dengan aslinya. Bagaimana tidak di tempat asal menu ini di dapat, di olah dan di sajikan dengan cara tradisional.

Bila di Papua di kenal dengan nama Papeda maka bila berkunjung ke Kendari maka masyarakat sekitar akan menyebutnya Sinonggi. Lain hal bila kamu temukan di Makassar, Sulawesi Selatan maka publik setempat akan mengatakan Kapurung.

Hutan sumber pangan, dari hutan aneka bahan makan dan rempah bisa di dapat. Kekayaan hayati yang tak terbantahkan dimana Indonesia menjadi salah satu pemilik hutan terbesar di dunia.

Bila bukan kita yang harus menjaga kelestarian hutan maka siapa lagi. Beruntung ada pihak-pihak yang konsen menjaga keragaman hutan. Selain itu tentu saja ada Wahana Lingkungan Hidup atau WALHI dimana mereka fokus akan isu-isu kelestarian hutan.

Mereka tetap istiqomah untuk memberikan advokasi untuk berbagai masalah di tanah air khususnya berkaitan dengan hutan. Tak hanya itu saja mereka senantiasa mempromosikan pelestarian alam khususnya hutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana memanfaatkan hasil hutan secara berkelanjutan untuk anak cucu kelak. Semisal untuk contoh praktis di mana bila kita menebang satu pohon sagu maka harus berkomitmen untuk menanam satu pohon sagu pula.

Salah satu kuliner yang kini mungkin mengundang rasa penasaran siapa saja yang mendengarnya. Kalau tak percaya silakan survey kecil-kecilan. Besar kemungkian orang sekitar kita pernah mendengar papeda.

Hanya saja berapa diantara mereka yang pernah mencicipi kelezatannya. Mungkin masih bisa di hitung dengan jari.

Bila kamu pecinta kuliner nusantara kini saatnya untuk icip-icip. Teknologi internet memudahkan bagi kita untuk mengakses informasi.

Bila tak ingin susah memasak papeda dengan ikan kuah kuning bisa pesan lewat aplikasi online. Tapi bila kurang mantap ada baiknya untuk mencoba memasak sendiri dengan kreasi.

Bisa saja kamu menambahkan aneka bahan lain. Bereksperimen tentu bukan hal tabu dalam dunia kuliner. Menggabungkan menu asli dengan selera lidah karena bisa jadi akan lebih nampol bila di sesuaikan.

Khusus bagi saya tentu akan lebih menikmati aneka kuliner dengan citarasa manis. Bagi orang lain belum tentu menyukainya. Oleh karena itu silakan customize sesuai selera.

Joko Yugiyanto

Sehari-hari bekerja sebagai penulis lepas dan bila kamu ingin order sesuatu bisa kontak saya di 087838889019

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar