“Jamane wis jaman edan, nak ra melu edan ra keduman.”
Entah kalimat itu ada sejak kapan tapi saat ini kata-kata itu selalu saja menghantui. Mencoba memaksaku untuk meng iya kannya atau tetap bertahan dengan apa yang di yakini.
Berat memang kalau mau bertahan dengan idealisme. Sesuatu yang dulu senantiasa dipegang teguh selama beberapa tahun. Tapi kini mungkin saatnya di akhiri. Harus menyerah dan mengikuti hukum pasar, menyesuaikan diri dengan apa yang ada dan jelas dibutuhkan bukan sesuatu yang ada hanya dalam mimpi.
Mulai tersadar sejatinya idealisme itu hanya ada dalam ruang diskusi, tak lebih. Yang ada dalam dunia nyata hanya tawar menawar kepentingan, barter atau pertukaran penyelesaian kebutuhan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Suka tidak suka itulah yang ada.
Sakit hati ini tidak menjadi sakit bagi orang lain. Kalau ada pun mungkin hanya 2 atau 3 orang dari 10 yang ada. Atau tololnya diri ini yang terjebak dalam zona nyaman, zona mimpi yang tidak siap menghadapi kenyataan.
Mungkin yang ada dan ada dari dulu adalah budaya pragmatisme. Sesuatu yang sama sekali belum ku masuki. Sederhananya kamu jual saya beli. Saling memberi manfaat dalam kontrak sesaat. Apa yang terjadi nanti pikirkan nanti.
Begitu susah menemukan satu keadaan dimana sesuatu dihargai bukan hanya dengan angka dan nominal.
Heloooooooooooooooooo, realistis bung!!!!!!!!!!
Kita telah hidup dalam jaman yang semua butuh uang. Tanpa uang kita tidak akan menjadi apa-apa atau mendapat apapun. Hmmmm, contoh paling kecil pun saat kita hendak buang hajat. Minimal kita harus menyiapkan recehan atau harus siap siap menahan untuk di buang di rumah. Dan tentu saja akan sangat berresiko semisal kencing batu.
Kembali membahas tentang, “jamane wis jaman edan nak ra melu edan ra keduman.” Begitu mudah melihat perilaku negative dari semua profesi dan pekerjaan dari yang paling atas sampai ke bawah. Apesnya bila sering pindah kerja salah satunya bisa melihat ulah oknum yang menyalahgunakan wewenang.
Semua ada modus dan caranya sendiri-sendiri. Namun bila ada yang pengen tahu tanya langsung ya. Tidak mungkin semua di umbar disini meskipun itu adalah rahasia umum bila jeli mencermatinya.
Tinggal siapkah hati ini untuk mengikuti jaman atau menentang jaman dengan resiko tidak akan mendapat apa yang mereka dapat selama mau mengikuti arus perkembangan jaman.
Hati ini begitu dilema, hendak menempatkan diri dimana. Bertahan pada hati nuarani atau mengikuti arus jaman. Semoga Tuhan beri yang terbaik. Amin.