Petaka Dibalik Probattion

Mungkin bagi seseorang yang sedang mencari pekerjaan akan terasa bangga bila mendapat penawaran sebagai karyawan probattion. Bagaimana tidak, saat menginjakkan kaki telah dinyatakan karyawan tetap.

Joko Yugiyanto

Mungkin bagi seseorang yang sedang mencari pekerjaan akan terasa bangga bila mendapat penawaran sebagai karyawan probattion. Bagaimana tidak, saat menginjakkan kaki telah dinyatakan karyawan tetap.

Tapi nanti dulu, tidak semudah itu ternyata. Meski telah dinyatakan sebagai karyawan tetap tapi ia harus membuktikan kapasitas dalam waktu 3 bulan.

Dan bila gagal artinya harus siap diputus. Dari beberapa pengalaman yang saya temui, hanya sedikit mereka yang sukses menjadi karyawan tetap sepenuhnya.

Selebihnya mereka harus gigit jari karena memang kompetensi belum mencukupi. Mau tidak mau harus pilih opsi lain.

Petaka Dibalik Probattion Mengintai

Opsi pertama bila gagal atau tidak sesuai ekspektasi kedua belah pihak bisa saling memutus hubungan kerja tanpa kompensasi apapun. Yang paling menyedihkan tentu saja di proses ulang menjadi karyawan reguler.

Meski opsi kedua yang banyak terjadi dan diterima kedua belah pihak ternyata hal tersebut menyalahi aturan atau UU. Namun kecenderungan karyawan akan menerima juga karena berpikir realistis.

Daripada harus cari kerja lagi, mulai dari nol lagi maka penawaran tersebut diterima. Kalau toh mencari pekerjaan lagi harus mulai dari proses mencari formasi yang sesuai, melamar hingga mengikuti serangkaian proses rekrutmen yang tidak sekali dua kali pertemuan.

Lain cerita bila memang seseorang telah dinyatakan ahli atau ekspert. Masuk ke perusahaan berbeda karena ada penawaran yang jelas.

Jelas disini tentu saja berkaitan dengan jobdesk yang kelak akan diemban. Bila yakin akan berhasil, lanjutkan. Namun bila ragu dengan kapasitas diri ada baiknya pikir-pikir kembali.

Bayangkan bila seseorang telah bekerja dalam satu perusahaan hingga 5 tahun. Ditawari satu posisi yang lebih tinggi dan tidak yakin akan mampu melalui atau tidak tapi dengan gegabah menerima tawaran tersebut.

Mungkin itu tak ubahnya menggali kubur sendiri. Ingat, ditempat baru memiliki komposisi SDM yang berbeda dengan sebelumnya.

Bisa jadi untuk dapat dikatakan klik butuh waktu hingga 1 bulan. Dengan demikian sejatinya ia hanya memiliki waktu 2 bulan untuk menunjukkan karya terbaik.

Bukan karena tidak mampu. Kadang mereka gagal tidak karena minim pengalaman dan kapasitas.

Mau Tak Mau Harus Terus Belajar

Tapi lebih tepatnya adalah kesempatan berproses. Proses tidak akan membohongi hasil tapi tetap kata kunci yang tersirat dari proses adalah waktu. Seringkali kali antara karir pun tidak seiring sejalan dengan finansial karena keduanya beda.

Jadi kalau memang ada penawaran kerja ambillah status kontrak atau perjanjian waktu tidak tertentu atau kontrak. Perjanjian ini bisa dibuat untuk jangka waktu 6 bulan atau 12 bulan.

Waktu yang panjang kiranya cukup untuk membuktikan kemampuan diri. Bila masih gagal juga mungkin ada yang salah. Miris memang tapi itulah wajah tenaga kerja kita entah di SDM atau sistem, semua bisa dievaluasi untuk mendapat formula terbaik.

Joko Yugiyanto

Sehari-hari bekerja sebagai penulis lepas dan bila kamu ingin order sesuatu bisa kontak saya di 087838889019

Related Post

Tinggalkan komentar