Saya percaya pandemi berdampak sangat besar bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Tak terkecuali saya, kini sebisa mungkin saya pun harus survive secara finansial. Agar tidak jebol saya pun menggunakan segitiga piramida terbalik.
Dalam teori segitiga piramida terbalik ini maka porsi paling besar saya letakkan atas dan berlanjut ke bawah. Besar disini bukan terkait angka tapi lebih pada skala prioritas.
Teori ini secara tidak sengaja saya temukan dengan memodifikasi teori “kebutuhan” Maslow. Teori yang sangat melekat bagi anak psikologi karena sejak masuk kuliah dicekoki dengan materi tersebut.
Tahu dong bapak yang satu ini mengelompokkan berbagai kebutuhan hidup dalam 5 jenis.
5 Kebutuhan berdasar Teori Kebutuhan
1. Kebutuhan fisiologis
Erat kaitan dengan kebutuhan paling dasar. Tanpa hal itu bisa dipastikan seseorang tidak akan bisa melangsungkan kehidupannya. Kebutuhan dimaksud antara lain adalah pangan dan yang langsung berkaitan dengan nyawa.
2. Kebutuhan akan Keamanan dan Keselamatan
Bila seseorang telah mampu melewati satu kebutuhan paling dasar maka ia akan beranjak ke kebutuhan selanjutnya berupa rasa aman dan selamat. Aman ini bisa jadi secara kesehatan dan finansial.
3. Kebutuhan Sosial
Dua kebutuhan telah tercukupi maka saatnya melangkah ke kebutuhan ketiga berupa kebutuhan sosial. Dimana seseorang itu ingin dicintai dan mencintai tentunya. Wajar kemudian untuk menjalin pertemanan dengan yang lain untuk mendapat cinta kasih.
4. Kebutuhan akan Penghargaan
Kebutuhan seseorang itu tidak akan habis dan akan terus berlanjut dari yang penting ke yang kurang penting. Selanjutnya bila semua sudah terpenuhi maka akan ada saatnya muncul satu kebutuhan untuk diakui keberadaannya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Terakhir kebutuhan yang bisa dicapai manusia itu adalah unjuk diri atau aktualisasi diri. Satu fase dimana seseorang bisa tumbuh optimal tanpa harus memikirkan kebutuhan dasar lainnya karena telah terpenuhi.
Saatnya Menggunakan Segitiga Piramida Terbalik
Dengan berbekal teori segitiga piramida terbalik diatas saya pun mengelola keuangan keluarga lebih cermat. Bila dulu sebelum Covid-19 saya bisa saja cukup percaya diri karena selain ada gaji bulanan dari kantor masih bisa mendapat penghasilan dari kegiatan ngeblog.
Kini tidak lagi, tak ada cerita gaji bulanan. Yang ada hanya penghasilan dari ngeblog yang bisa jadi sifatnya fluktuatif dan yang namanya kebutuhan hidup itu fix atau tetap.
Mengelola keuangan ala blogger tentu tak ubahnya sama seperti pekerja kreatif lainnya. Dimana ia harus membuat jaring pengaman untuk beberapa bulan ke depan.
Tak ingin boncos saya pun mengklasifikasikan kebutuhan hampir sama seperti Teori Maslow. Namun ada beberapa modifikasi di dalamnya.
Di era modern ini teori tersebut bisa dibolak-balik dan berikut versi saya dalam mengelola keuangan agar semua tercukupi.
1. Kebutuhan Pangan
Apapun alasannya pangan haruslah yang utama. Terutama untuk anak istri dimana saya boleh merasakan lapar tapi mereka tidak.
2. Kebutuhan Investasi
Saat pandemi, bagi saya cukup sulit untuk menabung tapi untuk investasi mau tidak mau harus dipilih. Satu proses yang harus terus dijalani bila tidak ingin masa depan kian kacau. Cara paling mudah dan murah tentu saja melalui investasi digital.
3. Kebutuhan terus Belajar
Tak ada kata henti untuk terus belajar. Dengan belajar maka hal-hal lain akan terkesampingkan. Meski demikian kini untuk belajar satu hal baru ternyata juga membutuhkan ongkos yang tak sedikit.
Ada harga yang harus dibayar untuk segala sesuatunya. Namun karena ini telah menjadi bagian dari satu kebutuhan maka keluar biaya juga tak mengapa.
Salah satunya tentu saja belajar memahami hidup. Hidup bukan hanya soal makan dan diakui tapi ada banyak hal yang harus dipelajari.
Isi adalah kosong dan kosong adalah isi. Apa yang ada di dunia ini tidak akan kekal. Ingat betul sebelum pandemi, apa yang kita miliki dan merasa aman tiba-tiba harus hilang.
Dengan hal ini maka setidaknya kita bisa lebih ikhlas menerima keadaan. Tak ada alasan untuk menyalahkan Covid-19 dan kita hancur.
Bukankah yang hancur bukan hanya saya dan kamu tapi hampir semua orang.
Belajar disini saya lebih menitikberatkan untuk mengubah mindset hidup tidak sesederhana hanya tentang survive tapi juga tentang bangkit dan lebih baik.
Berharap pandemi ini sebagai bangku ujian. Saatnya selesai dan bisa naik satu kelas ke level yang lebih baik.
Kalau ditanya soal utang, pastinya sama seperti yang lain dimana saya pun memiliki utang. Beruntung karena sifatnya produktif bukan konsumtif jadi lebih tenang dalam menyiapkan anggaran.
Iya naif mungkin bila saya menggunakan teori segitiga piramida terbalik ini dimana selama pandemi saya seting kebutuhan ekonomi mode on untuk survive dulu. Belum ada budget untuk jalan-jalan keluar kota atau untuk sekadar membeli barang-barang yang tak perlu.
Terlebih ingat kata Bu Sri Mulyani, sejak akhir September kita masuk resesi yang artinya daya beli masyarakat melemah. Paling penting adalah membeli apa yang dibutuhkan dan bukan diinginkan.
Semoga saja pandemi segera berakhir. Dan kita yang ada di dalamnya bisa naik kelas bareng-bareng.