Ramadan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bila dulu selama bulan Ramadan banyak aktifitas bisa kita lakukan di luar rumah. Namun kini tidak, satu bulan penuh dipastikan hanya akan ada di dalam rumah dan paling penting adalah tetap produktif.
Fakta tak terelakkan, Ramadan kali ini memaksa kita, khususnya saya untuk hanya berdiam diri di rumah saja. Awal mulai berada di rumah dengan adanya kebijakan perusahaan tempat saya bekerja untuk melakukan pengurangan karyawan sebagai akibat Covid-19.
Mereka ada yang harus di-terminate dan sebagian unpaid leave atau cuti tidak dibayar. Beruntung saya masuk dalam kategori unpaid leave yang mana bila nanti kondisi normal bisa langsung kembali bekerja.
Namun lain cerita bagi mereka yang terkena pemutusan maka mau tidak mau begitu pandemi Covid -19 berakhir harus mencari pekerjaan. Meski demikian yang kini menjadi pekerjaan rumah bagi karyawan terdampak adalah bagaimana bisa bertahan di saat sudah bekerja dan tidak memiliki penghasilan.
Membayangkan mereka yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan dan tidak tahu harus berbuat apa tentu sesuatu yang perih. Terlebih bila senasib dengan saya, mengontrak di kampung orang dan tidak memiliki pendapatan pasti sementara tagihan kontrakan dan listrik terus berjalan.
Baca juga: Tidur Adalah Hobi Saya, Tetap Produktif dalam Kekonyolan
Tetap Produktif dan Lakukan yang Terbaik
Apapun alasannya saya senantiasa mengatakan pada diri ini untuk tetap produktif dan lakukan yang terbaik apapun kondisinya. Beruntung saya memiliki sedikit pengalaman dibidang jurnalistik. Pengalaman zaman dahulu sebagai reporter di salah satu media mainstream bisa saya terapkan untuk bertahan hidup.
Berbekal blog dan akun sosial media yang ada kini saya akan menggantungkan harapan. Dimana dengan kegiatan ini bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Tinggal bagaimana untuk lebih produktif khususnya di masa Ramadan dan keterbatasan untuk beraktifitas di luar rumah. Bagaimana menjaga hati dan pikiran untuk senantiasa bersinergi menciptakan konten yang baik.
Dengan tetap berkreasi setidaknya mampu menjaga diri ini untuk tetap menjaga kesehatan mental. Tak ingin bukan kondisi yang serba ketidakpastian ini kemudian membuat kita berpikir yang bukan-bukan.
Di awal memang terasa susah untuk mengkondisikan siklus kerja. Bila dulu bekerja dari pagi hingga sore tapi kini tidak lagi. Sebagai seorang freelancer tentu harus menjaga kedisiplinan agar tidak berlarut-larut.
Menjaga semangat untuk terus bangkit dan berupaya menciptakan konten positif itu sebuah keharusan. Minimal untuk menjaga diri ini tetap waras di tengah pandemi dan syukur-syukur bisa memberi manfaat untuk yang lain.
Menulis adalah pekerjaan keabadian. Menulis juga bukan sebatas urusan materi karena dengan kegiatan ini seyogyanya memberi manfaat positif bagi pembaca. Berkompromi dengan realita untuk kemudian di sajikan dalam bentuk artikel yang layak baca.
Tak ingin sendiri, pekerjaan sebagai content creator ini pun saya tawarkan kepada rekan-rekan terdampak. Bagaimana mereka bisa tumbuh dan bangkit meski berada di rumah.
Untuk menjadi seorang content creator juga tidak membutuhkan dana besar. Cukup latop dan kuota internet selebihnya adalah kreatifitas maka kita sudah bisa mulai produksi.
Konten yang hendak dibuat pun bisa menyesuaikan. Tidak harus yang berat atau wah karena bisa mengulas sesuatu yang benar-benar dipahami. Sesuatu yang erat kaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Kebetulan latar belakang saya sebagai karyawan bagian human capital maka jangan kaget bila seluruh artikel ini erat kaitan dengan dunia kerja, dunia psikologi ataupun hanya curahan hati dan pikiran.
Menulis juga bisa sebagai sarana katarsis yang efektif. Dimana dengan menulis maka akan melepaskan energi negatif.
Wabah virus Covid-19 bukan akhir segalanya. Hal ini justru menjadi tantangan bagi kita untuk naik kelas. Mereka yang bisa survive dengan kondisi saat ini maka kelak begitu pandemi ini berakhir maka niscaya nanti akan lebih mudah berkembang.
Kondisi ini juga mengajarkan kita untuk bagaimana bisa berbagi meski dalam keterbatasan. Mereka yang berbagi dalam keadaan lebih tentu jauh lebih mudah daripada yang berkekurangan.
Tapi mereka yang masih bisa berbagi dalam kondisi ini tentu memiliki nilai yang jauh lebih tinggi. Bukan sebatas berapa rupiah didonasikan tapi lebih dari itu Tuhan akan menakar kadar iman seseorang.
Mereka yang beriman pasti tidak akan takut untuk mengeluarkan sedikit rezeki yang ada karena nanti akan dikembalikan jauh lebih baik. Sebaliknya mereka yang kufur nikmat tentu enggan melakukan hal ini.
Wabah yang memaksa kita tidak bisa keluar rumah membuat siapa saja untuk lebih kreatif. Salah satunya untuk berbagi kebaikan tidak harus langsung bertemu dengan mereka yang membutuhkan.
Ceritaku dari rumah untuk tetap produktif ini pastinya bukan saja hanya saya yang miliki tapi pastinya ada banyak yang serupa meski tak sama persis. Paling penting adalah tetap berpikir positif dan optimistis kalau badai pasti berlalu.