Dulu, beberapa kali saya melintas di jalan ini. Melihat bangunan tua dengan konsep Belanda dengan tanda tanya bangunan apa itu. Namun, minggu lalu rasa penasaran saya terjawab manakala meyambangi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Iya benar di depan gedung terdapat tulisan yang sangat mecolok seolah ingin mengatakan disini terdapat Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Mungkin selama ini kita selalu di jejali bahwa Proklamasi adalah rumusan Sukarno, Hatta dan Achmad Subardjo.
Namun ternyata ada proses menarik di dalamnya yang bisa dikulik. Semua itu akan kamu dapatkan manakala berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang berada di Jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta Pusat.
Bila kamu suka melancong ke kawasan Menteng dan Taman Suropoati pasti dengan mudah kamu akan temukan museum ini. Untuk menemukannya juga sangat mudah, berbekal tiket Trans Jakarta maka kamu akan bisa turun di halte yang berada persis di depan museum. Rute yang bisa dipilih adalah Trans Jakarta Pulo Gadug – Grogol atau Kampung Melayu – Grogol.
Memasuki bangunan yang telah ada sejak 1920 kita akan dibawa pada bangunan tempo dulu. Tembok tebal tampak nyata hingga membuat siapa saja yang berada didalamnya akan terasa adem meski di tengah terik ibukota.
Saat masuk kita akan di sambut oleh bagian resepsionis yang mana mereka juga akan berperan sebagai pemandu wisata. Banyak hal bisa digali untuk mendapat informasi lebih detil seputar detik-detik menjelang proklamasi.
Ruang pertama yang akan diperkenalkan adalah ruang tamu dimana Sukarno, Hatta dan Achmad Subardjo di sambut Laksamana Maeda seusai mereka di jemput paksa dari Rengasdengklok. Meski tidak menggunakan furnitur dan ornamen asli tapi pihak pengelola sebisa mungkin menghadirkan nuansa masa lalu.
Selanjutnya terdapat ruang kedua berupa ruang makan yang digunakan mereka untuk merumuskan lebih detil dimana di sisi kanan terdapaat papan replika teks proklamasi. Usai di rumuskan kemudian naskah tersebut masuk ruang ketiga berupa ruang pengetikan.
Seperti yang kita ketahui bahwa naskah ini di ketik oleh Sayuti Melik. Pria asal Sleman, Jogjakarta ini mengetik dengan didampingi oleh BM Diah. Salah satu peristiwa sejarah yang terungkap puluhan tahun kemudian adalah di buangnya ketikan pertama tapi secara sembunyi-sembunyi di simpan BM Diah. Baru era Presiden Suharto ketikan itu diserahkan untuk kemudian menjadi koleksi negara.
Dan terakhir adalah ruang keempat layaknya aula. Di tempat inilah untuk kali pertama naskah dibacakan di depan publik. Disaksikan sekitar 50 orang putra terbaik bangsa untuk kemudian terdapat kesepakatan siapa yang pantas menanadatangani teks proklamasi.
Seolah peristiwa proklamasi itu terjadi kurang dari satu malam. Bagaimana tidak, Sukarno, Hatta masuk ruangan sekira pukul 22.00 WIB dan naskah disepakati sekira pukul 05.00 WIB atau jelang subuh telah selesai.
Namun siapa sangka untuk Indonesia merdeka membutuhkan waktu hingga ratusan tahun. Proses itu tercipta atas inisiatip anak bangsa yang ingin lepas dari belenggu penjajahaan.
Museum adalah perekam sejarah dimana kita bisa belajar banyak hal dengan cara meyenangkan. Di bangunan seluas 1.138 meter persegi tersebut saya bisa belajar banyak hal. Tak hanya replika yang hadirkan suasana khas tapi di museum ini juga terdapat museum digital.
Dimana kita bisa belajar sejarah dengan cara mandiri. Cukup download aplikasi SiJi dari Android kemudian scan foto yang menggunkan QR maka kita akan mendapat informasi lebih baik itu secara audio maupun visual.
Oh ya saat berkunjung ke sini jangan lupa untuk masuk ruang film atau sinema dimana kita akan melihat perjalanan proklamasi dengan lebih menyenangkan dan lengkap. Film durasi sekitar 10 menit ini mampu memberikan visual yang bikin kita merinding.
Tiket masuk ke museum ini sangat murah. Harganya tak lebih dari satu gelas es teh manis apalagi bila datang rombongan akan diskon 50% alias cukup bayar Rp 1.000,-.