Dua bulan sudah saya tidak bekerja di kantor. Ya, sebagai akibat pandemi Covid-19 kami terpaksa harus di rumahkan hingga semua ini berakhir. Sempat tersirat kebahagiaan dimana nanti selama kerja di rumah akan lebih produktif.
Tapi ternyata tak semudah itu. Bila dulu saat masih menjadi karyawan terbiasa menyusun rencana kerja bulanan, mingguan dan harian. Tapi kini mencoba membuat rencana kerja mingguan saja susah minta ampun.
Susah itu lebih karena ketika kerja di rumah dihadapkan pada berbagai pekerjaan domestik yang tak bisa ditinggalkan. Selain itu si bocah yang tiap saat bisa bergelayutan hingga memaksa mengajak bermain petak umpet.
Mendidik anak menjadi tugas sepanjang masa. Sama penting dengan mencari nafkah dan terus belajar. Ketiganya harus bisa bersinergi atau bila tidak bisa timpang sebelah.
Mungkin dulu 8 jam kerja cukup menyelesaikan pekerjaan. Tapi kini dari bangun hingga tidur kembali seolah pekerjaan tak ada yang selesai. Memaksa jam kerja hingga pukul 2 dini hari pun masih dirasa belum kelar juga.
Kerja di Rumah dan di Kantor ada Plus Minus
Kerja di kantor atau rumah menurut saya sama saja. Semua ada suka dukanya dan yang pasti sama-sama harus tetap menyusun target karena tanpa yang satu ini ya kerja hanya sebatas kerja tanpa ada greget. Sementara itu setiap orang ketika kerja selain ada target proses tentu ada target hasil. Produktif itu menjadi keharusan apapun kondisinya.
Memang kalau di rumah sebagai seorang blogger dan printilannya tentu lebih pada target proses karena iklan atau pendapatan tidak akan muncul tiba-tiba. Ada alasan kenapa pengiklan mau menitipkan iklan dengan kita salah satunya dengan jumlah dan kuantitas konten dihasilkan.
Bila dulu mungkin hanya cukup dengan satu blog tapi kini tidak lagi. Harus ada lebih dari satu toh ilmunya bisa dibilang sama saja hanya beda pada pemilihan tema atau dalam bahasa perbloggeran dikatakan niche.
Amati, tiru modifikasi itu yang akan terus dilakukan. Dengan berproses saya yakin itu semua akan berjalan dengan baik.
Tak ayal seringkali harus menyiapkan satu blog yang siap dikorbankan. Lebih tepatnya dijadikan bahan eksperimen dan bila ternyata gagal harus coba cara lain itu. Tapi bila menunjukan satu titik terang bisa diduplikasi ke blog yang lain.
Menjadi menarik kemudian bila satu diantara beberapa blog yang ada justru memiliki performa jauh lebih baik. Uniknya blog yang ini bukan menjadi target utama untuk dioptimasi.
Baca juga: Optimasi Teknologi Digital
Tak ayal yang semula acuh kini pun harus kerja keras untuk menyetarakan dengan yang lain. Tahu betul apa yang diinginkan para pemilik modal.
Mereka seringkali mengggunakan beberapa indikator untuk outreach dan di atas kertas pasti masuk. Tapi bila tidak didukung konten yang cukup bisa berpikir ulang.
Menulis bukan hanya sebatas menuangkan ide atau gagasan semata tapi ada beberapa pertimbangan yang kini harus dimasukkan. Harus diterima pembaca dan realistis itu menjadi kata kunci.
Selain itu bisa jadi menulis adalah jalan hidup dimana dengan kegiatan ini masih bisa mendapat penghasilan untuk bertahan hidup. Konsistensi dan terus berproses itu menjadi kata kunci utama.
Bila tidak yang ada hanya kesenangan sesaat dan dengan mudah akan ditinggalkan dan mencari kesenangan yang lain. Dan itulah sedikit cerita saya tentang kerja di rumah itu (tidak) mudah ternyata.