Kita tentu sepakat dengan pernyataan ‘Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja.’ Hal ini tentu bukan tanpa sebab musabab. Dalam beberapa hari terakhir kita disuguhkan berita korupsi yang tak kunjung henti.

Sempat berpikir bila kasus timah adalah yang terakhir dan terbesar. Namun tak perlu waktu lama muncul dugaan korupsi di Pertamina. Nilainya pun tak tanggung-tanggung karena diperkirakan mencapai Rp 968,5 triliun.
Satu angka yang fantastis karena korupsi itu terjadi di salah satu BUMN dengan remunerasi terbaik di tanah air. Tanpa mereka korupsi sekalipun pendapatan di bawa pulang jauh dari cukup.
Entah setan apa yang merasuki mereka ini. Bukankah untuk membuat perut kenyang itu cukup sepiring nasi tapi faktanya tidak demikian.
Setelah itu berbagai korupsi lain pun bermunculan mulai dari PLN, KAI hingga ASDP. Korupsi justru terjadi di perusahaan negara yang memberi layanan ke publik.
Wajar kemudian bila para petinggi mereka mengatakan perusahaan dalam kondisi defisit. Terjadi utang yang nilainya wow dan seolah ini (korupsi) menjadi jawaban kenapa para BUMN tersebut merugi setiap tahunnya.
Berharap pada Apa yang Tidak Bisa Diharapkan
Kini yang terjadi kemudian, saya sebagai warga biasa tentu berharap dengan pemerintah yang ada. Semoga, mereka para pelaku korupsi ditindak tegas. Minimal satu dulu dan gunakan untuk menciptakan efek jera.
Namun asa itu tentu akan sirna ketika melihat presiden Prabowo melunak pada kecurangan paling ekstraordinary di negeri ini. bahkan ada wacana pengampunan bagi mereka yang mau mengembalikan uang negara.
Realitanya apakah itu terjadi, tentu tidak yang ada justru bisa jadi kehati-hatian diantara mereka. Selain itu bisa jadi solidaritas para maling ini justru makin kuat dan canggih.
Mereka ini akan melakukan inovasi dengan teknologi dan kesempatan yang ada guna menggarong yang lebih besar. Seperti kita tahu untuk mereka bisa mengambil yang besar butuh kerjasama para pihak.
Bila dilihat lebih jelas tentu akan ditemukan bahwa korupsi ini bukan hanya tentang mengambil apa yang terlihat. Akan tetapi lebih pada pemufakatan jahat karena kecurangan terjadi secara sistematis dan sangat tidak mungkin hanya dilakukan satu atau segelintir pihak.
Bayangkan, skenario curang itu sudah ada sejak awal dan bisa berjalan dengan mulus dalam waktu yang cukup panjang. Bisa jadi para pihak yang ada dalam lingkaran tersebut menyumbang 1 atau 2 oknum. Parahnya lagi mereka ini adalah orang-orang yang memiliki posisi strategis.
Kembali ke rasa nir optimistis yang kian nyata. Semua tentu ingat saat kampanye presiden terpilih kita menyatakan akan siap memberantas koruptor. Tidak memberi ruang meski sedikitpun.
Akan tetapi fakta itu kian jauh dari panggang. Banyak kasus yang tidak terkawal netizen kemudian hilang atau meredup. Baru kemudian bila ada netizen yang mengawal maka mereka pun seolah akan tegas.
Kondisi yang memprihatinkan tapi ini nyata dan di bulan puasa ini mungkin doa harus ditambah. Bukan hanya untuk diri sendiri, keluarga, dan orang sekitar. Negara ini tetap harus didoakan agar baik-baik saja tidak seperti yang dikatakan bahwa 2030 Indonesia bubar.