Sore ini saya dikejutkan oleh suara telpon. Telpon dari salah seorang karyawan di cabang yang tiba-tiba mengajukan resign dan besok pagi harus tanda tangan di perusahaan yang baru.
Karyawan yang baru bekerja dalam hitungan minggu. Baru saja dinyatakan lulus dari program training. Dari kejauhan ia mengatakan dapat pekerjaan yang lebih baik.
Menurut saya pribadi hal ini tentu biasa dalam sebuah perusahaan karyawan datang dan pergi. Mereka berhak untuk menentukan masih akan bertahan atau mengambil yang lebih baik.
Selanjutnya menjadi pertanyaan bagi saya pribadi. Seperti ini kan pilihan anak muda zaman sekarang. Berbicara tentang attitude tentu hal ini sangat menyedihkan.
Bagaimana bisa ia yang datang ke dalam suatu perusahaan dan mendapat pelatihan yang cukup kemudian dengan polosnya mengatakan, “saya mau resign pak.” Alasan utama tentu mendapat kesempatan yang lebih baik.
Tapi ia lupa, sebelum ia bekerja telah mendapat asupan dari atasan dan dukungan dari rekan kerja. Berminggu-minggu seorang atasan dan tim menggembleng untuk menjadikan talent yang tangguh.
Berjuang agar ia mendapat wawasan dan pengalaman yang mumpuni sehingga ia bisa survive di kemudian hari. Tapi sapa sangka bila kemudian ia memilih mengingkari semua itu. Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan, diberi kesempatan belajar sekaligus diberi upah. Ingat belajar di gaji bukan hanya belajar semata.
Bisa jadi memang ia tak pernah atau tepatnya belum pernah menjadi seorang atasan dan memiliki tim. Bekerja tak hanya soal duit tapi juga bagaimana membangun sebuah tim yang solid.
Tentu bila anak itu berada dalam posisi atasan saat ini akan merasakan kecewa teramat sangat. “Air susu di balas air tuba,” seolah perusahaan hanya dijadikan halte untuk menunggu bus selanjutnya.
Ia tak pernah menyadari di dalamnya terkandung harapan untuk ayo kita bangun dan sukes bersama-sama. Bekerja bukan hanya transaksional kamu beri apa dan kamu dapat apa.
Kecuali saat bergabung tidak ada investasi dari seorang atasan atau bahasa sederhananya kamu kerja ya kerja itu saja. Tidak usah belajar, tidak usah training, ayo langsung kerja.
Selanjutnya tempat kerja yang baru bisa jadi memiliki ketakutan yang serupa. Kandidat ini akan bersifat oportunis dan menunggu kesempatan untuk mendapat satu lagi pekerjaan yang baru.
Umur terus bertambah tapi bila kemampuan tidak seiring sejalan karena sifat kutu loncat ini maka apa yang didapat. Mungkin finansial yang lebih baik, tapi kesempatan berkembang belum tentu.
Semua tentang attitude, semua tentang pilihan pribadi masing-masing. Bagaimana memandang sebuah proses dengan cara dewasa toh kemudian kelak kita yang akan menuai.
Satu ketakutan tentang attitude, dimana bila seseorang sudah tidak bisa menjaga maka besar kemungkinan tak ada lagi respeck yang ada. Yang ada kemudian adalah sikap oportunis dimana kita bisa mengambil satu keuntungan dan abai dengan yang lain.