Seringkali saya itu sok spiritualis dalam memandang suatu masalah. Sok bijaksana gitu padalah nggak tahu juga diri ini bijaksana atau tidak. Kosong adalah isi dan isi adalah kosong demikian petuah bijak yang sering saya dengungkan.
Tak sadar pun saya mengamini itu semua. Tak ada yang abadi di dunia ini. Bagai roda yang terus berputar. Kadang ada di bawah dan kadang ada di atas.
Satu waktu kita berkecukupan dan satu waktu bisa jadi kita akan berkekurangan. Pas benar kiranya dengan lagu 5 perkara yang sering dinyanyikan Bimbo.
Konsepsi ajaran agama apapun mungkin demikian. Dimana segala sesuatunya membutuhkan keseimbangan. Tanpa ada keseimbangan maka yang ada kemudian adalah oleng atau runtuh.
Berat ternyata, mengajarkan konsep kosong adalah isi dan isi adalah kosong. Terutama dalam lingkungan terdekat. Baik itu kepada istri maupun anak.
Mencoba mengajarkan paling penting dalam hidup ini adalah proses. Hasil hanyalah konsekuensi entah itu baik atau buruh, besar atau kecil, membahayakan atau menyedihkan.
Melepas atribut untuk tidak terjebak. “Yang lain bisa kenapa saya tidak.” Tiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dan pastinya hal ini tidak bisa dipaksakan.
Kosong Adalah Isi, Isi Adalah Kosong
Satu ungkapan yang sering diungkapkan biksu Tong Sam Chong. Kalimat tersebut sering dikatakan dalam pengembaraannya ke barat untuk mencari kita suci.
Pernyataan tersebut ternyata ada di dalam Sutra Hati atau Prajnaparamitahrdaya Sutra. Dikutip dari Wikipedia ternyata pengertian dari kalimat tersebut adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal atau tetap.
Semua kembali ke sudut pandang masing-masing. Sama halnya ketika kita melihat koin dari 2 tempat berbeda. Masing-masing tetap melihat koin tapi apa yang mereka lihat tidak sama.
Lebih jauh akan ditemukan kodefikasi yang belum tentu kebenarannya. Semisal bila ada hitam maka akan ada putih. Bila ada baik maka ada jahat dan seterusnya. Bisa jadi itu benar tapi bisa pula itu tidak sepenuhnya benar.
Lihatlah ke Bawah Ketika Melihat Dunia
Hidup itu benar harus dinikmati apapun alasannya. Saat ini tengah terjadi pandemi Covid-19 pun tetap harus disyukuri.
Bukankah ini juga terjadi karena ulah manusia yang sok kuasa hingga muncul sesuatu yang tak terduga (bagi sebagian mungkin ini dikatakan terduga karena diciptakan dan ada bisnis di dalamnya.
Selalu mengajarkan kepada orang sekitar untuk lebih bisa bersyukur apa yang kita dapat hari ini. Apapun itu harus disyukuri. Yang terjadi biarlah terjadi tinggal esok kita berusaha lebih baik lagi.
Jangan melihat segala sesuatu dengan angka. Besar atau kecil karena nikmat dunia bukan hanya seputar angka.
Kerja keraslah seolah kamu akan hidup seribu tahun lagi. Dan beribadahlah seolah esok pagi kamu akan mati.
Lihatlah ke Atas Ketika Melihat Akhirat
Hidup tidak melulu tentang dunia tapi ada juga sisi lain yang harus diperhatikan berupa non duniawi. Berbuat baik harus terus dilakukan apapun agamamu. Bahkan Gusdur pun pernah berkata selama kita berbuat baik maka Tuhan tidak akan pernah bertanya apa agama kita.
Memberi atau menolong orang lain dijadikan sebagai sebuah gaya hidup. Bukan untuk agama atau Tuhan karena Tuhan tidak butuh itu.
Tapi melakukan hal-hal baik untuk lebih menegaskan kita sebagai manusia cukup berguna. Kecil dilakukan itu jauh lebih baik daripada niat besar tapi tidak dilakukan.
Dengan itu semua tentunya paling mudah bila kita bisa melepaskan diri dari ikatan materi atau duniawi. Berjalan dengan lapang dada tanpa ada beban.
Siapapun yang telah memahami kosong adalah isi dan isi adalah kosong maka ia menjadi orang yang beruntung. Mari pelan-pelan kita menuju ke situ.
Oh iya sedikit pertanyaan saya, kamu pikir orang yang suka korup dan duitnya banyak itu hidup tenangnya? Saya pikir tidak, tiap hari ia pasti akan dihantui kegelisahan. Mungkin ia bisa mengelabuhi manusia tapi tidak Tuhannya.